Upacara Kasada – Siapa yang tak kenal dengan Gunung Bromo? Gunung yang berada dalam kawasan Taman Nasional BTS alias Bromo Tengger Semeru ini menawarkan keindahan dan panorama alam memikat dengan hawa sejuk.
Namun sebenarnya gunung ini tak hanya dapat dinikmati dari pemandangan natural yang menawan. Lebih dari itu, interaksi dengan masyarakat setempat akan membawa pengalaman kaya budaya yang tentunya memberikan kesan mendalam.
Upacara Kasada
Warga lokal di sekitar Bromo memiliki keunikan tersendiri. Soalnya kamu akan menjumpai masyarakat Suku Tengger yang masih memegang teguh nilai-nilai budayanya. Sejarah dan tradisi yang terus mempertahankan adat istiadat yang sangat khas ini tak boleh dilewatkan saat berada di kawasan Bromo. Di antara dari sekian tradisi wajib suku Tengger adalah upacara Kasada.
Asal Usul Suku Tengger
Komunitas Suku Tengger merupakan penduduk yang hidup menetap di wilayah kaki Gunung Bromo secara turun menurun. Daerah lereng Bromo tersebut mencakup wilayah di empat kabupaten. Yaitu Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Probolinggo.
Menurut cerita yang dipercayai masyarakat setempat, istilah Tengger berasal dari nama Roro Anteng dan Joko Seger. Roro Anteng merupakan putri dari Brawijaya dan Joko Seger adalah putra brahmana. Keduanya lalu membangun pemukiman di kawasan Bromo dengan julukan Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger, yang bermakna sebagai “Penguasa Tengger yang Budiman”.
Asal Usul Upacara Kasada
Upacara Yadnya Kasada merupakan tradisi tahunan yang diperingati oleh masyarakat Hindu suku Tengger. Momen tersebut dilakukan pada bulan Kasada hari ke 14-16 atau malam bulan purnama tampak di langit sesuai penanggalan Jawa Kuno. Namun siapa sangka kalau tradisi menakjubkan ini ternyata bermula dari kisah tragis antara pasangan Joko Seger dan Roro Anteng.
Pada awal pernikahan, pasangan suami istri tersebut tak kunjung dikaruniai anak. Karena itulah, keduanya melakukan semedi kepada Sang Hyang Widhi dengan harapan dapat memiliki anak. Tak berselang lama, muncullah surat gaib yang menyatakan semedi membuahkan hasil dengan syarat bahwa anak bungsu harus dikorbankan ke kawah Gunung Bromo apabila permohonannya dikabulkan.
Tanpa pikir panjang, pasangan ini menyanggupi persyaratan tersebut hingga memiliki 25 anak. Sayangnya, Rara Anteng dan Jaka Seger tak mampu menepati janjinya. Karena itulah, Dewa diyakini marah dan menurunkan malapetaka di kawasan tersebut. Kawasan Tengger menjadi gelap gulita sebab kawah Gunung Bromo terkena dampak.
Sang bungsu, Kesuma kemudian tak dapat terhindar dari konsekuensinya. Ia tiba-tiba lenyap untuk melarikan diri dan mengorbankan diri ke jilatan api di kawasan kawah Bromo. Tak lama setelahnya, terdengar suara gaib dalam waktu bersamaan yang menyebutkan kalau “Saudara-saudaraku yang kucintai, aku telah dikorbankan oleh orangtua kita dan Sang Hyang Widhi menyelamatkan kalian semua. Hiduplah damai dan tentram, sembahlah Sang Hyang Widhi. Aku ingatkan agar kalian setiap bulan Kasada pada hari ke-14 mengadakan sesaji kepada Sang Hyang Widhi di kawah Gunung Bromo”. Kejadian inilah yang masih terus diyakini oleh masyarakat Tengger saat ini untuk terus merayakan upacara Kasada.
Puncak Pelaksanaan Upacara Kasada
Hal unik lain dari upacara Kasada karena ritual ini dimulai sejak dini hari dengan pembacaan sejarah Kasada. Untuk memeriahkan, terdapat tabuhan gamelan bertalu-talu yang mengiringi prosesi upacara adat. Ritual tersebut digelar di spot khas Gunung Bromo, yaitu Mandala Pura Luhur Poten Bromo.
Sebagian besar masyarakat Tengger memang merupakan warga Hindu. Sehingga, komunitas Tengger dari empat kabupaten di sekitar Taman Nasional BTS akan berkumpul di kaki Bromo pada momen tahunan ini. Bahkan, sejumlah penganut Hindu Bali pun turut meramaikan tradisi sakral ini.
Ritual Larung Sesaji di Kawah Gunung Bromo
Puncak dari updacara kasada ini adalah budaya melemparkan sesaji ke kawah gunung bromo saat bulan purnama.
Setelah ritual di pura, peserta upacara Kasada akan mengarah ke kawah Bromo dengan beraneka ragam sesaji. Sesajen tersebut berupa dikemas dalam bentuk pikulan dengan memakai bambu yang kerap disebut ongkek. Hasil bumi, seperti pisang, jagung, singkong, dan wortel merupakan bahan sesajen yang kerap dipersembahkan bagi masyarakat Tengger.
Selain hasil pertanian, hewan ternak pun tak lepas dari isi sesajen.Mulai dari ayam, bebek, hingga kambing dilarang di kawah Bromo. Momen persembahan tersebut mengandung nilai filosofis dan makna tersendiri bagi penghayat kepercayaan di Tengger. Dengan melakukan pengorbanan hasil bumi dan hewan ternak, mereka meyakini balasan akan diberikan dari Dewata berupa tanah yang subur sehingga dapat panen besar di musim berikutnya.
Rebutan Sesaji di Lereng Kawah Bromo
Ritual melarung sesaji ke kawah Gunung Bromo tak mengakhiri keunikan upacara Yadnya Kasada di Tengger. Justru bagian serunya baru akan dimulai. Soalnya, seusai pemuka adat Suku Tengger bermunajat dan berdoa untuk meminta berkah dan keselamatan, sesaji tersebut akan diperebutkan oleh banyak orang.
Tak mengherankan, sejumlah peserta upacara adat ini mempersiapkan alat dengan jaring untuk mendapatkan sesaji. Saat sesaji dilemparkan ke dalam kawah, saat itulah orang-orang akan berebutan menggapai simbol keberkahan ala suku Tengger.
Perpaduan Panorama Alam dan Kearifan Lokal Tengger
Jadi, sudah tahu kan kalau Bromo bukan hanya tentang keindahan pesona alaminya saja? Gunung ini pun menjadi rumah bagi kearifan lokal yang masih bertahan di tanah Jawa. Pada hari perayaan Kasada, kamu akan menyaksikan berbagai kesenian khas dari Jaranan Tengger Wahyu Tunas Budaya, Sanggar Ande-Ande Lumut Kediri, Singo Ulung Bondowoso. Pertunjukan budaya tersebut akan melengkapi pengalaman bersentuhan dengan komunitas Tengger yang pastinya memikat.
Sudah siap untuk berdecak kagum dengan momen sakral dan indah di kawasan Tengger, Bromo? Segera rancang perjalananmu ke destinasi wisata unggulan Indonesia ini dengan layanan hotel murah di malang dan tiket pesawat lewat Tripcetera. Liburan nyaman akan terjamin bersama Tripcetera.